Kejahatan Wahabi Memalsukan Isi Kitab Ulama Dunia
Selama ini mungkin kita merasa baik-baik saja, ketika membaca kitab-kitab ulama besar dunia yang usianya sudah 100 tahun lebih. Apalagi kitab-kitab tersebut banyak yang sudah berbentuk pdf. Bagi kita yang tidak mempunyai uang lebih untuk membeli kitab, malah bisa meringankan beban di tengah keinginan untuk terus belajar dan mengkaji warisan pemikiran ulama-ulama besar dunia. Namun di tengah melimpahnya turots-turots Islam berbentuk pdf, kita harus selektif dan waspada ketika sedang mendownload kitab-kitab tersebut. Karena banyak yang telah mengalami perubahan.
Perubahan terhadap redaksi kitab-kitab karya ulama besar dunia, juga tidak hanya terjadi dalam kitab-kitab yang berbentuk pdf saja, tetapi juga terjadi pada kitab-kitab yang berbentuk cetakan yang diterbitkan oleh banyak penerbit.
Dalam berbagai sumber dan kajian yang dilakukan oleh para ulama, cendekiawan Islam dan peneliti, pemalsuan kitab-kitab tersebut dilakukan oleh kelompok yang bernama Salafi-Wahabi, atau yang lebih populer disebut dengan Wahabi. Sebuah kelompok yang mengklaim dirinya sebagai kelompok pembaharuan yang ingin menghapus praktek-praktek khurafat, bid’ah, takhayul dan berbagai ajaran yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kelompok ini mulanya berkembang di Najd, Saudi Arabia.
Pemalsuan kitab atau dalam bahasa arabnya dikenal takhrif dilakukan oleh kelompok Wahabi, tidak lain adalah untuk mendukung pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasannya. Mereka merombak dan memalsukan berbagai kitab yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Mulai dari tentang tauhid, ziarah kubur dan berbagai penjelasan dalam berbagai kitab karya ulama besar dunia, yang dilakukan secara turun temurun oleh kelompok Wahabi.
Pemalsuan turots banyak dilakukan oleh kelompok Wahabi terhadap kitab-kitab tauhid, hadis dan tafsir yang tidak sejalan dengan pemikiran mereka. Misalnya kitab al-Washiyah karya Imam Abu Hanifah, yang merupakan salah satu kitab risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, didalamnya terdapat redaksi;
استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقرار عليه
Yang mempunya arti; “Dia Allah SWT istawa atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy itu sendiri dan tanpa bertempat di atasnya”. Redaksi ini tentu sangat tidak sesuai dengan kelompok Wahabi, yang mengatakan bahwa Allah SWT ada di atas arsy. Sehingga Wahabi kemudian merubah redaksi dalam kitab al-Washiyah karya Imam Abu Hanifah menjadi;
استوى على العرش من غير أن يكون احتياج إليه واستقر عليه
Yang kemudian maknanya berubah total menjadi; “Dia Allah SWT istawa atas arsy dari tanpa membutuhkan kepada arsy dan dia bertempat di atasnya”. Apa yang dilakukan oleh Wahabi dengan merombak redaksi tersebut, tidak lain adalah untuk melegitimasi pemikiran mereka tentang tauhid dan sifat-sifat Allah SWT.
Wahabi juga banyak memalsukan karya-karya ulama yang menjadi junjungannya, salah satunya adalah karya Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, yaitu kitab Ijtima’ al-Juyus al-Islamiyah ala Ghazwi al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyah.
Pemalsuan kitab ini adalah mengenai wasilah yang dibahas oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah. Kelompok Wahabi mengganti redaksi dalam kitab tersebut, dari; ونتوسل إلى ربنا تعالى بهم (dan kita berwasilah/bertawasul kepada Allah SWT yang maha tinggi dengan mereka para sahabat Rasul). Menjadi; ونتوسل إلى ربنا تعالى باتباعهم (dan kita berwasilah (bertawasul) kepada Allah SWT dengan cara mengikuti mereka para sahabat Rasul). Karena dalam bahasa Arab, merubah satu huruf saja bisa berubah makna yang begitu fatal. Apa yang dilakukan oleh kelompok Wahabi dengan menghilangkan satu kata, tentu akan menghasil pengertian yang berbeda.
Pemalsuan terkait ziarah kubur tersebut juga dilakukan terhadap karya Abu Utsman ash-Shobuni yaitu kitab Aqidatus Salaf Ashab al-Hadits. Dalam kitab ini, naskah aslinya menyatakan dengan redaksi;زيارة قبر نبيه menjadi; زيارة مسجد نبيه . perubahan ini tidak lain adalah untuk mendukung argumen-argumen para ulama dari kalangan Wahabi, dalam membuat dan memberikan sebuah fatwa seperti al-Utsaimin dan Bin Baz.
Perubahan tentang redaksi ziarah kubur juga dilakukan oleh Wahabi dalam kitab al-Adzkar karya Imam an-Nawawi, yang merupakan salah satu kitab yang menjelaskan tentang do’a-do’a, hikmah-hikmah perbuatan yang bisa dilakukan oleh seorang muslim, yang mana kitab ini menjadi rujukan penting umat Islam dalam melaksanakan amaliyahnya.
Kelompok Wahabi merubah pembahasan yang ada dalam kitab al-Adzkar an-Nawawi terkait dengan ziarah kubur, yaitu pada; فصل زيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم yang diganti dengan; فصل في زيارة مسجد رسول الله صلى الله عليه وسلم. Padahal dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda; من زار قبري وجبت له شفاعتي.
Wahabi juga merubah kitab tafsir yang menelanjangi pemikiran kelompok mereka, yaitu kitab Tafsir ash-Shawi yang merupakan Syarh Kitab Tafsir Jalalain, nama kitab tersebut adalah Hasyiyah Al-Alamah As-Showi Ala Tafsir Jalalain.
Dalam Tafsir Ash-Shawi, pengarang kitab dalam menafsirkan surah al-Fathir ayat 7 menyebutkan asbabun nuzul ayat tersebut yang berkaitan dengan kaum khawarij yang suka menafsirkan Al-Qur’an dan hadis sesuai dengan keinginan kelompoknya, yang kemudian dijelaskan dalam konteks sekarang adalah sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Wahabi yang juga melakukan hal tersebut.
Akan tetapi, penjelasan dalam kitab Tafsir As-Shawi yang menyebut hal tersebut dihilangkan oleh Wahabi. Adapun teks yang dihilangkan oleh Wahabi adalah sebagaimana berikut;
وقيل : هذه الأية نزلت في الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة، ويستحلفون ذماء المسلمين وأموالهم، لما هو مشاهد الأن في نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون أنهم على شيئ ألا إنهم هم الكاذبون
Kitab tafsir as-Showi sendiri merupakan kitab tafsir yang banyak beredar di dunia. Akan tetapi, dalam asbabun nuzul ayat tersebut sang pengarang menjelaskan tentang Wahabiyah, yang penjelasan tersebut kemudian dihapus oleh kelompok Wahabi.
Selain itu, kelompok Wahabi juga melakukan pemalsuan terhadap isi kitab Diwan Asy-Syafi’i yang menjelaskan tentang tasawuf. Wahabi menghilangkan sebuah bait dalam Diwan Asy-Syaf’i, yaitu bait yang berbunyi;
فقيها وصوفيا فكن ليس واحدا # فإني وحق الله إياك أنصح
فذالك قاس لم يذق قلبه تقى # وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Jika dilihat, bait tersebut menjelaskan tentang perintah menjadi seorang yang mempelejari ilmu fiqh, tetapi juga mengamalkan tasawuf. Bukan mengambil salah satunya. Tentu bait dalam Diwan Imam Syafi’i tersebut sangat bertentangan dengan pemikiran kelompok Wahabi, yang menganggap tasawuf adalah ajaran yang sesat karena tidak pernah dilakukan oleh Rasululllah SAW. Sehingga, untuk memuluskan dakwah-dakwah pemikirannya, kelompok Wahabi membuang bait tersebut dalam kitab Diwan Syafi’i.
Kelompok Wahabi juga merubah kitab karya Imam Jalaludin as-Suyuthi, yaitu kitab al-Jami’ as-Shoghir. Salah satu tokoh kelompok Wahabi yang merubah kitab ini adalah Nasiruddin al-Bani, sosok yang dianggap sebagai ulama akhir zaman yang menjadi junjungan dan rujukan kelompok Wahabi.
Al-Bani sendiri dikenal atau dianggap sebagai ulama hadis oleh kalangan Wahabi yang mempunyai peran penting dalam menshahihkan dan mendhoifkan sebuah hadis Rasulullah SAW. Ketika sebuah hadis sudah mendapat legitimasi shahih oleh al-Bani, maka hadis tersebut menjadi rujukan kuat kelompok Wahabi.
Dalam hal ini, al-Bani membuat sebuah kitab tandingan yang berjudul al-Jami’ ash-Shoghir wa Ziyadatuh. Dalam Jami’ ash-Shoghir karya Imam Suyuthi, Imam Suyuthi tidak pernah memberi label shahih. Sedangkan al-Bani, memberikan label shahih terhadap hadis-hadis yang ada.
Pelabelan hadits yang dilakukan oleh al-Bani adalah upaya untuk melegitimasi sebuah hadis supaya bisa mendukung argumen kelompoknya, sehingga al-Bani sering mendhaifkan hadis yang derajatnya shahih dan menshahihkan hadis yang derajatnya dhaif. Yang mana hal ini, pernah didebat oleh Syekh Said Ramadhan al-Buthi terkait kelakuan al-Bani yang hanya mengambil yang baik-baik saja untuk kelompoknya, tetapi yang jelek dan benar tidak mau dia ambil untuk kelompoknya.
Kitab babon yang menjadi rujukan kelompok Ahlussunnah wal Jama’ah, juga dipalsukan oleh Wahabi, supaya bisa dijadikan rujukan untuk melegitimasi pemikiran kelompok mereka. Kitab tersebut adalah kitab al-Ibanah an-Ushul al-Diyanah karya Imam Abu Hasan al-Asy’ari yang merupakan pendiri aliran Asy’ariyah. Bahkan disinyalir, kitab al-Ibanah yang sudah beredar luas saat ini banyak dipalsukan oleh Wahabi.
Apa yang dijelaskan di atas hanyalah sebagian kitab-kitab para ulama besar dunia dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipalsukan oleh kelompok Wahabi. Dan tentu saja masih banyak kitab-kitab para ulama dari kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah yang dipalsukan oleh Wahabi, bahkan kitab nahwu Nadhom Jurumiyah juga dipalsukan oleh Wahabi.
Dan untuk melihat lebih jelas terkait kitab apa saja yang dipalsukan oleh kelompok Salafi-Wahabi, banyak di kupas dalam buku; Mereka Memalsukan Kitab-Kitab Karya Ulama Klasik karya Idahram.
Pemalsuan-pemalsuan kitab-kitab tersebut, tidak lain karena kelompok Wahabi adalah bagian dari kelompok yang ketika tidak memiliki argumen, mereka akan berkata dan melakukan apapun untuk menguatkan keyakinan yang dimilikinya. Termasuk melakukan kebohongan-kebohongan kepada para ulama terkemuka dan memalsukan kitab-kitabnya.
Sehingga disinilah pentingnya membeli kitab tidak hanya dari satu penerbit saja atau satu versi catakan saja, hal tersebut dikarenakan untuk membandingkan isi kitab di penerbit A dan penerbit B. Karena kelompok Wahabi yang banyak memalsukan kitab tidak hanya menerbitkan kitab-kitab yang dipalsukan di penerbitnya yang berafiliasi dengan kelompoknya, tetapi telah menyelundupkan di penerbit-penerbit besar di dunia.
Pemalsuan-pemalsuan kitab yang dilakukan oleh Wahabi, seharusnya semakin menyadarkan kita tentang pentingnya sanad keilmuan. Di mana hal tersebut adalah bagian dari menjaga keaslian ilmu dan ajaran yang mulai dimanipulasi oleh kelompok Wahabi, dengan merubah isi dalam berbagai kitab-kitab klasik yang menjadi rujukan umat Islam di dunia.
Wallaahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar