Hukum Foto Dan Memajangnya Di Rumah
Ulama ahli fiqh berbeda pendapat mengenai hukum menggambar, atau mengambil foto atau melukis dengan sinar (kamera) antara makruh dan haram.
س : ما القول فيمن يزينون الحائط برسوم بعض الحيوانات؟ هل هذه ينطبق عليها ما ينطبق على التماثيل البارزة المجسدة من تحريم ؟
(ج) : يقول فضيلة الشيخ الشعراوى : لا شيء في ذلك، ولكن ما حرم هو ما يفعله البعض لتقديس وتعظيم هذه الحيوانات، أما أن ترسم لكي يستعمل في الزينة فلا مانع من ذلك
Pertanyaan: "Bagaimana pendapat anda tentang orang yang menghiasi tembok dengan gambar/lukisan sebagian hewan? Apakah berlaku pada permasalahan ini suatu hukum yang berlaku pada patung yang berbentuk jasad yakni hukum haram?"
Imam Syaikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi Al Mishri menjawab:
"Hal di atas tidak perlu dipermasalahkan, hal yang diharamkan adalah perbuatan yang dilakukan sebagian orang berupa mengultuskan dan mengagungkan gambar hewan tersebut. Sedangkan melukis hewan dengan tujuan untuk digunakan menghias (tembok) maka tidak ada larangan untuk melakukannya”
(Mausu’ah Fatawa Al Kubra Asy-Sya’rawi hal.591)
فعلم أن المجمع على تحريمه من تصوير الأكوان ما اجتمع فيه خمسة قيود عند أولي العرفان أولها ؛ كون الصورة للإنسان أو للحيوان ثانيها ؛ كونها كاملة لم يعمل فيها ما يمنع الحياة من النقصان كقطع رأس أو نصف أو بطن أو صدر أو خرق بطن أو تفريق أجزاء لجسمان ثالثها ؛ كونها في محل يعظم لا في محل يسام بالوطء والامتهان رابعها ؛ وجود ظل لها في العيان خامسها ؛ أن لا تكون لصغار البنان من النسوان فإن انتفى قيد من هذه الخمسة . . كانت مما فيه اختلاف العلماء الأعيان . فتركها حينئذ أورع وأحوط للأديان
“Maka dapat dipahami bahwa gambar yang disepakati keharamannya adalah gambar yang terkumpul didalamnya lima hal: (1) gambar berupa manusia atau hewan, (2) gambar dalam bentuk yang sempurna, tidak terdapat sesuatu yang mencegah hidupnya gambar tersebut, seperti kepala yang terbelah, separuh badan, perut, dada, terbelahnya perut, terpisahnya bagian tubuh, (3) gambar berada di tempat yang dimuliakan, bukan berada di tempat yang biasa diinjak dan direndahkan, (4) terdapat bayangan dari gambar tersebut dalam pandangan mata, (5) gambar bukan untuk anak-anak kecil dari golongan wanita. Jika salah satu dari lima hal di atas tidak terpenuhi, maka gambar demikian merupakan gambar yang masih diperdebatkan di antara ulama. Meninggalkan (gambar) merupakan perbuatan yang lebih wira’i dan merupakan langkah hati-hati dalam beragama” (Majmu’ Fatawa Wa Rasa’il hal.213)
وقال الإمام النووى : إن جواز اتخاذ الصور إنما هو إذا كانت لا ظل لها وهى مع ذلك مما يوطأ ويداس أو يمتهن بالاستعمال كالوسائد وقال العلامة ابن حجر فى شرحه للبخارى حاصل ما فى اتخاذ الصور أنها إن كانت ذات أجسام حرم بالإجماع وإن كانت رقما فى ثوب فأربعة أقوال : الأول : يجوز مطلقا عملا بحديث إلا رقما فى الثوب الثانى : المنع مطلقا عملا بالعموم الثالث : إن كانت الصورة باقية بالهيئة قائمة الشكل حرم وإن كانت مقطوعة الرأس أو تفرقت الأجزاء جاز قال : وهذا هو الأصح الرابع : إن كانت مما يمتهن جاز وإلا لم يجز واستثنى من ذلك لعب البنات
“Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa boleh menggunakan gambar hanya ketika tidak memiliki bayangan, selain itu gambar tersebut juga biasa diinjak atau direndahkan penggunaannya, seperti bantal" Imam Ibnu Hajar Al Asqalani saat mensyarah kitab Imam Al Bukhari menjelaskan; “Kesimpulan dalam penggunaan gambar bahwa sesungguhnya jika gambar memiliki bentuk tubuh (jism) maka haram secara ijma’. Jika gambar hanya sebatas raqm (gambar) dalam baju, maka terdapat empat pendapat. (1) boleh secara mutlak, berdasarkan redaksi hadits illa raqman fits tsaubi (kecuali gambar dalam baju), (2) haram secara mutlak, berdasarkan keumuman redaksi hadits, (3) jika gambarnya dapat menetap dengan keadaan yang dapat berdiri sendiri, maka hukumnya haram. Namun jika gambarnya terpotong kepalanya atau terpisah bagian tubuhnya maka boleh. Pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang ashah (paling kuat). (4) jika gambarnya merupakan gambar yang dianggap remeh maka diperbolehkan, jika tidak dianggap remeh (diagungkan misalnya) maka tidak diperbolehkan (haram). Dikecualikan dari permasalahan di atas adalah mainan anak kecil” (Rawai’ Al Bayan Ash-Shabuni Fi Tafsir Ayat Al Ahkam jilid 2 hal.415)
Kandungan dari hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan yang lainnya yang sering ditampilkan di dalam kitab-kitab fiqh menyatakan bahwa menggambar atau melukis dengan sinar (kamera) adalah diperbolehkan dengan ketentuan tidak mengandung unsur yang diharamkan.
Maka dari itu pula hukum menempelkan gambar atau foto di dinding rumah adalah diperbolehkan selama tidak mengandung unsur yang diharamkan.
Refrensi :
Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab jilid 2 hal.157
Al Majmu’ Fatawa Wa Rasa'il hal.213
Syarh An-Nawawi ‘Ala Shahih Muslim juz XIV hal.81
Fatawa Al Azhar juz VII hal.220
Komentar
Posting Komentar